Sejarah Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro)- Sobat, Siapa yang tidak kenal dengan Warkop DKI? Wajah-wajah seperti Dono, Kasino dan Indro ini kerap menghiasi layar kaca pada era 1980-an. Sampai kini pun, film-film mereka masih sering muncul dilayar kaca dan mengocok perut para penggemarnya. Meski dua diantara tiga personil ini sudah meninggal dunia, namun penggemar Warkop tidak pernah mati. Nah berikut ini mari sekilas melihat bagaimana Sejarah Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro) terbentuk.
Warkop DKI atau Warkop Prambors adalah grup lawak yang dibentuk oleh Nanu, Rudy Badil, Dono, Kasino yang merupakan mahasiswa Universitas Indonesia, dan Indro yang berasal dari Universitas Pancasila, Jakarta. Ide awalnya adalah ketika dedengkot Radio Prambors Temmy Lesanpura meminta Hariman Siregar, dedengkot mahasiswa UI untuk mengisi acara di Prambors. Prambors saat itu menyiarkan acara Obrolan Santai di Warung Kopi yg merupakan acara lawakan yang tayang setiap Jumat 20.30 sampai 21.15.
Hariman pun kemudian menunjuk Kasino dan Nanu yang sudah terkenal sebagai pelawak kalangan kampus UI untuk mengisi acara ini. Ide ini pun segera didukung oleh Kasino, Nanu, dan Rudy Badil, lalu disusul oleh Dono dan Indro.
Rudi Badil yang turut ikut dalam tim ini masih tidak berani ikut warkop yang melakukan lawakan panggung karena merasa demam panggung. Saat itu Ia juga masih menjadi menjadi penyiar radio sehingga memutuskan untuk tidak ikut. Salah satu personil lainnya yakni Dono juga mempunyai pengalaman lain. Ia hanya menggung beberapa menit pertama mojok dulu, karena masih malu dan takut. Namun setelah terbiasa akhirnya terus menggila hingga akhir durasi lawakan. Dalam tim ini, Indro menjadi yang paling muda karena masih berada di bangku SMA.
Pertama manggung, Warkop mengisi acara dipesta perpisahan SMP IX yang diadakan di Hotel Indonesia tahun 1976. Tentu saja dengan perasaan gemetar dan keringat yang bercucuran, para personil mengaku begitu deg-degan. Semua personil gemetar, alias demam panggung, dan hasilnya hanya bisa dibilang lumayan saja, tidak terlalu sukses.
Akan tetapi penampilan pertama tersebut cukup membuat personil bangga. Pasalnya mereka dibayar Rp.20 ribu yang mereka nilai sangat besar. Uang tersebut kemudian mereka gunakan untuk menraktir makan teman-teman mereka.
Penampilan selanjutnya berlangsung di Tropicana. Meski sudah penampilan kedua, namun tetap saja sebelum naik panggung, kembali seluruh personel komat-kamit dan panas dingin, tapi ternyata hasilnya kembali lumayan.
Pada penampilan ketiganya, grup Warkop Prambors baru benar-benar lahir sebagai bintang baru dalam dunia lawak Indonesia. Pada penampilan ketiga ini, mereka beraksi pada acara Terminal Musikal (asuhan Mus Mualim). Acara Terminal Musikal sendiri tak hanya melahirkan Warkop tetapi juga membantu memperkenalkan grup PSP (Pancaran Sinar Petromaks), yang bertetangga dengan Warkop. Sejak itulah honor mereka mulai meroket, sekitar Rp 1.000.000 per pertunjukan atau dibagi empat orang, setiap personil mendapat no pek go ceng (Rp 250.000).
Mereka juga jadi dikenal lewat nama Dono-Kasino-Indro atau DKI (yang merupakan pelesetan dari singkatan Daerah Khusus Ibukota). Ini karena nama mereka sebelumnya Warkop Prambors memiliki konsekuensi tersendiri. Selama mereka memakai nama Warkop Prambors, maka mereka harus mengirim royalti kepada Radio Prambors sebagai pemilik nama Prambors. Maka itu kemudian mereka mengganti nama menjadi Warkop DKI, untuk menghentikan praktek upeti itu.
Dari semua personil Warkop, mungkin Dono lah yang paling intelek, walau ini agak bertolak belakang dari profil wajahnya yang ‘ndeso’ itu. Dono bahkan setelah lulus kuliah menjadi asisten dosen di FISIP UI tepatnya jurusan Sosiologi. Dono juga kerap menjadi pembawa acara pada acara kampus atau acara perkimpoian rekan kampusnya. Kasino juga lulus dari FISIP. Selain melawak, mereka juga sempat berkecimpung di dunia pencinta alam. Hingga akhir hayatnya Nanu, Dono, dan Kasino tercatat sebagai anggota pencinta alam Mapala UI.
Setelah puas manggung dan mengobrol di udara, Warkop mulai membuat film-film komedi yang selalu laris ditonton oleh masyarakat. Dari filmlah para personil Warkop mulai meraup kekayaan berlimpah. Dengan honor Rp 15.000.000 per satu film untuk satu grup, maka mereka pun kebanjiran uang, karena hampir tiap tahun mereka membintangi satu film di dekade 1980-an. Malah beberapa tahun ada dua film Warkop sekaligus. Mereka disebut-sebut sebagai artis dengan honor termahal masa itu.
Kelebihan Warkop dibandingkan grup lawak lain, adalah tingkat kesadaran intelektualitas para anggotanya. Karena sebagian besar adalah mahasiswa (yang kemudian beberapa menjadi sarjana), maka mereka sadar betul akan perlunya profesionalitas dan pengembangan diri kelompok mereka.
Ini dilihat dari keseriusan mereka membentuk staf yang tugasnya membantu mereka dalam mencari bahan lawakan. Salah satu staf Warkop ini kemudian menjadi pentolan sebuah grup lawak, yaitu Tubagus Dedi Gumelar alias Miing Bagito.
Saat itu Miing mengaku bahwa ia ingin sekali menjadi pelawak, dan kebetulan ia diterima menjadi staf Warkop. Kerjanya selain mengumpulkan bahan lawakan, melakukan survei lokasi (di kota atau daerah sekitar tempat Warkop akan manggung), kalau perlu melakukan pekerjaan pembantu sekalipun seperti menyetrika kostum para personil Warkop. Ini dilakukan Miing dengan serius, karena ia sadar disinilah pembelajaran profesionalitas sebuah kelompok lawak. Miing sempat ikut dalam kaset warkop dan film warkop, sebelum akhirnya membentuk kelompok lawak sendiri bersama didin (saudaranya) dan Hadi Prabowo alias Unang yang diberi nama Bagito (alias Bagi Roto).
Menurunnya jumlah produksi film di tanah air membuat Warkop DKI membuat serial televisi sendiri. Meskipun Kasino tutup usia di tahun 1997, serial televisi masih tetap dipertahankan. Setelah Dono juga meninggal di tahun 2001, Indro menjadi satu-satunya personel Warkop. Sementara itu Nanu sudah meninggal lebih lama karena sakit liver dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta.
0 Komentar untuk "Sejarah Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro)"
Jangan lupa tinggalkan comment yaa :)