Sejarah dan Misteri Benua Atlantis- Benua Atlantis ( Benua yang hilang ) ternyata menyimpan misteri sepanjang sejarah. Istilahnya, mulai dari jaman bahula sampai sekarang ini tetep menyisakan tanda tanya bagi umat manusia. Berikut ini perjalanan sepanjang sejarah mengenai Benua Atlantis yang hilang karena peradabannya.
Sejarah dan Misteri Benua Atlantis |
Plato, filsuf kelahiran Yunani (Greek philosopher) yang hidup 427-347 Sebelum Masehi (SM) adalah salah seorang murid Socrates, filsuf arif bijaksana, yang kemudian tewas diracun oleh penguasa Athena yang dzolim pada tahun 399 SM. Setelah kematian gurunya, Plato sering bertualang, termasuk perjalanannya ke Mesir. Pada tahun 387 SM dia kembali ke Athena dan mendirikan Academy, sebuah sekolah ilmu pengetahuan dan filsafat, yang kemudian menjadi model buat universitas moderen saat ini. Murid yang paling terkenal dari Academy tersebut adalah Aristoteles yang ajarannya punya pengaruh yang hebat terhadap filsafat sampai saat ini.
Demi pemeliharaan nilai Academy, banyak karya Plato yang terselamatkan. Kebanyakan karya tulisnya berbentuk surat-surat dan dialog-dialog, yang paling terkenal adalah Republic. Karya tulisnya mencakup subjek yang terentang dari ilmu pengetahuan sampai kepada kebahagiaan, dari politik hingga ilmu alam. Dua dari dialognya, timaeous and critias memuat satu2nya referensi orsinil tentang pulau atlantis ( the island of atlantis). Plato menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.
Penelitian yang dilakukan oleh Aryos Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Bukanlah suatu kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti sekarang ini.
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Nenek Moyang bangsa Atlantis
"Poseidon dan Cleito memiliki lima pasang anak kembar laki-laki. Ia lalu membagi pulau Atlantis menjadi sepuluh bagian. Ia memberikan kepada anak tertua dari pasangan kembar pertama tempat kediaman ibu mereka dan wilayah yang mengelilinginya yang merupakan tanah terluas dan terbaik. Ia juga menjadikannya raja atas saudara-saudaranya. Poseidon memberi nama anak itu Atlas. Dan karenanya seluruh pulau dan samudera itu disebut Atlantik." (Critias)
Kemakmuran Bangsa Atlantis
"Tanah Atlantis adalah tanah yang terbaik di dunia dan karenanya mampu menampung pasukan dalam jumlah besar." (Critias)
"Tanah itu juga mendapatkan keuntungan dari curah hujan tahunan, memiliki persediaan yang melimpah di semua tempat." (Critias)
"Orichalcum bisa digali di banyak wilayah di pulau itu. Pada masa itu Orichalcum lebih berharga dibanding benda berharga apapun, kecuali emas. Di pulau itu juga banyak terdapat kayu untuk pekerjaan para tukang kayu dan cukup banyak persediaan untuk hewan-hewan ternak ataupun hewan liar, yang hidup di sungai ataupun darat, yang hidup di gunung ataupun dataran. Bahkan di pulau itu juga terdapat banyak gajah" (Critias)
Struktur Masyarakat Atlantis
"Pada masa itu, wilayah Atlantis didiami oleh berbagai kelas masyarakat. Ada tukang batu, tukang kayu, ada suami-suami dan para prajurit. Bagi para prajurit, mereka mendapat wilayah sendiri dan semua keperluan untuk kehidupan dan pendidikan disediakan dengan berlimpah. Mereka tidak pernah menganggap bahwa kepunyaan mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka menganggapnya sebagai kepunyaan bersama. Mereka juga tidak pernah menuntut makanan lebih banyak dari yang dibutuhkan." (Critias)
"Para prajurit ini tinggal di sekitar kuil Athena dan Hephaestus di puncak bukit. Di tempat itu mereka kemudian membuat pagar untuk melindungi tempat itu. Di sebelah utara, mereka membangun ruangan untuk makan di musim dingin dan membuat bangunan-bangunan yang dapat digunakan untuk kebutuhan bersama." (Critias)
"Mereka tidak memuja emas dan perak karena bagi mereka, semua itu tidak ada gunanya. mereka juga membangun rumah sederhana dimana anak-anak mereka dapat bertumbuh." (Critias)
'Inilah cara mereka hidup, mereka menjadi penjaga kaum mereka sendiri dan menjadi pemimpin bagi seluruh kaum Helenis yang dengan sukarela menjadi pengikut mereka. Lalu mereka juga menjaga jumlah perempuan dan laki-laki dalam jumlah yang sama untuk berjaga-jaga bila terjadi perang. Dengan cara inilah mereka mengelola wilayah mereka dan seluruh wilayah Hellas dengan adil. Atlantis menjadi sangat termashyur di seluruh Eropa dan Asia karena ketampanan dan kebaikan hati para penduduknya." (Critias)
Teknologi Atlantis
"Mereka membangun kuil, istana dan pelabuhan-pelabuhan. Mereka juga mengatur seluruh wilayah dengan susunan sebagai berikut : pertama mereka membangun jembatan untuk menghubungkan wilayah air dengan daratan yang mengelilingi kota kuno. Lalu membuat jalan dari dan ke arah istana. Mereka membangun istana di tempat kediaman dewa-dewa dan nenek moyang mereka yang terus dipelihara oleh generasi berikutnya. Setiap raja menurunkan kemampuannya yang luar biasa kepada raja berikutnya hingga mereka mampu membangun bangunan yang luar biasa besar dan indah." (Critias)
"Dan mereka membangun sebuah kanal selebar 300 kaki dengan kedalaman 100 kaki dan panjang 50 stadia (9 km). Mereka juga membuat jalan masuk yang cukup besar untuk dilewati bahkan oleh kapal terbesar dan Lewat kanal ini mereka dapat berlayar menuju zona terluar." (Critias)
Kehancuran Pulau Atlantis
"9.000 tahun adalah jumlah tahun yang telah berlangsung sejak perang yang terjadi antara mereka yang berdiam di luar pilar-pilar Herkules dengan mereka yang berdiam di dalamnya. Perang inilah yang akan aku deskripsikan." (Critias)
"Pasukan yang satu dipimpin oleh kota-kota Athena. Di pihak lain, pasukannya dipimpin langsung oleh raja-raja dari Atlantis, yaitu seperti yang telah aku jelaskan, sebuah pulau yang lebih besar dibanding gabungan Libya dan Asia, yang kemudian dihancurkan oleh sebuah gempa bumi dan menjadi tumpukan lumpur yang menjadi penghalang bagi para penjelajah yang berlayar ke bagian samudera yang lain." (Critias)
"Banyak air bah yang telah terjadi selama 9.000 tahun, yaitu jumlah tahun yang telah terjadi ketika aku berbicara. Dan selama waktu itu juga telah terjadi banyak perubahan. Tidak pernah terjadi dalam sejarah begitu banyak akumulasi tanah yang jatuh dari pegunungan di satu wilayah. Namun tanah telah berjatuhan dan menimbun wilayah Atlantis dan menutupinya dari pandangan mata." (Critias)
"Karena hanya dalam semalam, hujan yang luar biasa lebat menyapu bumi dan pada saat yang bersamaan terjadi gempa bumi. Lalu muncul air bah yang menggenang seluruh wilayah." (Critias)
"Namun sesudah itu, muncul gempa bumi dan banjir yang dashyat. Dan dalam satu hari satu malam, semua penduduknya tenggelam ke dalam perut bumi dan pulau Atlantis lenyap ke dalam samudera luas. Dan karena alasan inilah, bagian samudera disana menjadi tidak dapat dilewati dan dijelajahi karena ada tumpukan lumpur yang diakibatkan oleh kehancuran pulau tesebut." (Timaeus)
Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih d iliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.
Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.
Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.
Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini dip erkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.
Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak Benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni :
pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia.
Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.
Seorang peneliti Amerika mengklaim dirinya telah menemukan sisa-sisa kota hilang Atlantis di dasar Laut Mediterania timur, namun kepala arkeologi Cyprus meragukannya. Robert Sarmast, peneliti itu, mengatakan sonar yang dipakai menyisir dasar laut 80 kilometer tenggara Cyprus telah menandai adanya dinding-dinding buatan manusia, salah satunya sepanjang 3 kilometer, dan parit-parit pada kedalaman 1.500 meter.“Adalah suatu keajaiban bahwa kami menemukan dinding-dinding yang lokasi dan panjangnya sama dengan deskripsi Plato dalam tulisannya mengenai kota Atlantis,” kata Sarmast, merujuk pada filsuf Yunani yang terkenal itu.
Mengenai pernyataan di atas, pimpinan arkeolog Cyprus, Pavlos Flourentzos, menanggapi skpetis. Dikatakannya, klaim Sarmast itu haruslah didukung lebih banyak bukti.
Sarmast, adalah seorang arsitek dari Los Angeles. Ia mengabdikan 2,5 tahun waktunya untuk mencari kota hilang Atlantis yang dijelaskan dalam dialog Plato, ’the Timaeous and the Critias.’ Dengan kapal ekspedisi “Flying Enterprise,” ia meneliti wilayah itu berdasar data sonar sebelumnya yang didapat dari ekspedisi Rusia dan Prancis.
Perlu diketahui, Plato dahulu menuliskan bahwa Atlantis adalah sebuah pulau di laut barat, yang secara luas diinterprestasikan sebagai Samudra Atlantik. Sebuah gempa hebat meneggelamkan pulau itu beserta kota di atasnya. Menurut Plato, saat itu Atlantis merupakan kota berkebudayaan tinggi, dan dalam legenda, ia dihubungkan dengan suatu negara yang sejahtera. Filsuf Inggris, Francis Bacon, dalam bukunya tahun 1627 juga menyebut-nyebut negara Atlantis yang ideal dan ekspidisi yang dilakukan oleh Robert Sarmast tentunya mengatakan bahwa Atlantis bukanlah Indonesia saat ini.
Apa yang dikemukakan oleh bangsa asing dan apa yang dilakukan oleh bangsa asing tersebut adalah sebagian dari keingintahuan dari sifat manusia. Mitos sebuah benua yang hilang, mungkin juga telah menghilangkan peradaban manusia masa lalu. Peradaban yang hilang itu, mungkin merupakan sejarah perjalanan bangsa Indonesia juga. Mitos Atlantis yang dikatakan adalah Indonesia saat ini, justru bangsa ini harus belajar dari bangsa asing tentang sejarahnya sendiri. Mungkin hal ini akan mengingatkan kita semua, mempelajari diri sendiri adalah modal dasar untuk sebuah kemajuan. Fenomena UFO atau crop circles telah membuat banyak orang untuk meneliti dan menelusurinya yang akhirnya membuat manusia menciptakan tehnologi luar angkasa. Kita hanya dapat menunggu dan ketika bangsa asing mampu mendapatkan hasil, kita hanya mampu menonton. Ketika bangsa asing menjadi lebih kuat lagi, kita menjadi bangsa yang marah karena merasa didzolimi. Sesungguhnya tidak ada yang diperbuat oleh bangsa kita ketika bangsa Amerika mengklaim bahwa Atlantis itu bukan indonesia karena mitos itu bukan milik bangsa kita. Namun juga dapat kita fahami, kemungkinan apa yang disampaikan oleh Sarmast adalah demi sponsor expidisinya karena negara2 yang maju dan memiliki dana saja yang tertarik mempelajari sejarahnya.